1. MASJID AGUNG JAWA TENGAH (MAJT)
MAJT terletak di kawasan Pedurungan. Selain sebagai bangunan religi juga memiliki sisi edukatif bagi semua warga yang datang tanpa memandang latar belakang agama. Adanya menara Asmaul Husna setinggi 99 meter yang menyediakan fasilitas museum, warga yang berkunjung bisa menyaksikan peninggalan sejarah kebudayaan zaman dulu di Jateng.
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) adalah Masjid yang terletak di jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang Jawa Tengah. Masjid ini sangat megah dengan luas lahan mencapai 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi tersebut bargaya arsitektur perpaduan antara Jawa, Jawa Tengah dan Yunani.
Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini dibangun pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto, akhirnya Masjid Agung Jawa Tengah Ini diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 Nopember 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah shalat jum’at untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, Kakanwil Depag Jawa Tengah.
Di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini terdapat Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah di Tower Asmaul Husna Lantai 2 dan 3, Hotel Graha Agung di sisi Utara dan resto yang memiliki view terbaik di Kota Semarang ini di Tower Asmaul Husna Lantai 18.
2. GEREJA BLENDUK DAN KOTA LAMA
Kota lama yang ada di Semarang Utara selama ini memang jadi daya tarik di Kota Semarang. Saat ini banyak pengembangan wahana di sana. Mulai dari kawasan Srigunting yang terdapat angkringan Srigunting, pemanfaatan gedung Spigel sebagai pameran peninggalan, dan pameran seni yang ada di Galeri Semarang. Apalagi saat ini di sana ada bus wisata Semarjawi yang bisa digunakan untuk berkeliling tiap sore hingga malam.
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali. Bentuknya lebih menonjol . Lokasi bangunan ini frontal terhadap Jl. Suari yang dahulu bernama Kerk straat (Jalan Gereja).
Bangunan gereja yang sekarang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal yang secara vertikal terbagi atas tiga bagian. Bangunan ini menghadap ke Selatan. Lantai bangunan hampir sama tinggi dengan jalan di depannya. Pondasi yang digunakan terbuat dari batu dan sistem strukturnya dari bata. Dinding terbuat dari bata setebal satu batu. Atap bangunan berbentuk kubah dengan penutupnya lapisan logam yang dibentuk oleh usuk kayu jati. Di bawah pengakiran kubah terdapat lubang cahaya yang menyinari ruang dalam yang luas.
Pada sisi bangunan, Timur, Selatan dan Barat terdapat portico bergaya Dorik Romawi yang beratap pelana. Gereja ini memiliki dua buah Menara dikiri kanan Yang denahnya dasar berbentuk bujur sangkat tetapi pada lapisan paling atas berbentuk bundar. Menara ini beratap kubah kecil. Cornice yang ada disekililing bangunan berbentuk garis-garis mendatar.
Pintu masuk merupakan pintu ganda dari panel kayu. Ambang atas pintu berbentuk lengkung. Demikian pula halnya dengan ambang atas jendela, yang berbentuk busur. Tipe jendela ada dua kelompok. Pertama, jendela ganda berdaun krepyak, sedangkan yang kedua merupakan jendela kaca warna-warni berbingkai. Bangunan yang terkait di sekitar Gereja Blenduk adalah Gedung Jiwasraya yang terletak di sebelah Selatan, kantor Kerta Niaga di sebelah Barat, ruang terbuka bekas Parade Plein di sebelah Timurnya.
Gereja Blenduk sudah berganti rupa beberapa kali. Mula-mula Gereja di bangun pada tahun 1753, berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap yang sesuai dengan arsitektur Jawa. Hal ini dapat dilihat pada peta kota Semarang tahun 1756 yang menunjukkan konfigurasi massa yang berbeda dari sekarang. Pada tahun 1787 rumah panggung ini dirombak total.
Tujuh tahun berikutnya diadakan kembali perubahan. Pada tahun 1894, gedung ini dibangun kembali oleh H.P.A. de Wilde dan W.Westmas dengan bentuk seperti sekarang ini. Yaitu dengan dua menara dan atap kubah. Keterangan mengenai Wilde dan Wetmas tertulis pada kolom di belakang mimbar
3. KLENTENG SAM POO KONG
Situs yang terletak di kawasan Semarang Barat ini adalah jejak yang sangat mendunia tentang tibanya Laksamana Cheng Ho di Semarang. Dari klenteng tersebut pengunjung bisa berfoto juga mendapatkan pengetahuan lebih banyak soal sejarah asimilasi dan akulturasi budaya Jawa-Tiongkok.
Kelenteng Sam Po Kong merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Tempat ini biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.
Hampir di keseluruhan bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Seperti umumnya bangunan kelenteng, Kuil Sam Poo Kong yang terletak di Simongan, Semarang, ini juga didominasi warna merah. Sejumlah lampion merah tidak saja menghiasi kelentengnya, tetapi juga pohon pohon menuju pintu masuk.
Bangunan inti dari kelenteng adalah sebuah Goa Batu yang dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho beserta anak buahnya ketika mengunjungi Pulau Jawa di tahun 1400-an. Goa Aslinya tertutup longsor pada tahun 1700-an, kemudian dibangun kembali oleh penduduk setempat sebagai penghormatan kepada Cheng Ho.
Kini di dalam goa tersebut terdapat Patung Cheng Ho yang dilapisi emas dan digunakan untuk ruang sembahyang dalam memohon doa restu keselamatan, kesehatan dan rejeki. Selain bangunan inti goa batu tersebut, yang dindingnya dihiasi relief tentang perjalanan Cheng Ho dari daratan China sampa ke Jawa, di area ini juga terdapat satu kelenteng besar dan dua tempat sembahyang yang lebih kecil.
Tempat tempat sembahyang tersebut dinamai sesuai dengan peruntukannya, yaitu kelenteng Thao Tee Kong yang merupakan tempat pemujaan Dewa Bumi untuk memohon berkah dan keselamatan hidup. Sedangkan tempat pemujaan Kyai Juru Mudi berupa makam juru mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Cheng Ho.
Tempat pemujaan lainnya dinamai kyai Jangkar, karena di sini tersimpan jangkar asli kapal Cheng Ho yang dihias dengan kain warna merah pula. Di sini digunakan untuk sembahyang arwah Ho Ping, yaitu mendoakan arwah yang tidak bersanak keluarga yang mungkin belum mendapat tempat di alam baka.
Lalu ada tempat pemujaan Kyai Cundrik Bumi, yang dulunya merupakan tempat penyimpanan segala jenis persenjataan yang digunakan awak kapal Cheng Ho, serta Kyai dan Nyai Tumpeng yang mewakili temapt penyimpanan bahan makanan pada jaman Cheng Ho.
Karena seluruh area lebih dimaksudkan untuk sembahyang, tidak semua orang boleh memasukinya. Bangunan kuil, baik yang besar maupun yang kecil dipagari dan pintu masuknya dijaga oleh petugas keamanan. Hanya yang bermaksud sembahyang saja yang diijinkan masuk sedangkan wisatawan yang ingin melihat lihat bisa melakukan dari balik pagar.
Sejak Renovasi besar besaran tahun 2002 dan selesai 2005, yang menelah biaya 20 miliar, Sam Poo Kong menarik perhatian lebih banyak orang untuk berkunjung. Di halaman yang cukup luas di depan kelenteng, terdapat sejumlah patung, termasuk patung Laksamana Cheng Ho, yang cukup menarik untuk dinikmati. Di sinilah atraksi atraksi kesenian berupa tari tarian, barongsai atau bentuk kesenian lain digelar untuk memperngati hari hari bersejarah yang berhubungan dengan Cheng Ho atau budaya China.
Di bulan Agustus misalnya, selalu diadakan festival mengenang datangnya Cheng Ho ke Semarang. Untuk bulan Agustus 2009, festival diadakan tanggal 18 memperingati HUT ke604 kedatangan Cheng Ho.
Perayaan disertai dengan arak-arakan, bazaar, dan festival Barongsai. Hari hari besar lainnya yang dirayakan di sini termasuk di antaranya Hari Raya Imlek dan hari kelahiran Cheng Ho. Kedatangan turis asing, terutama dari China, menunjukkan bahwa Sam Poo Kong dikenal luas di dunia. Berdasarkan uang sedekah yang ditinggalkan pengunjung, Kuil Gedung Batu ini juga sering dikunjungi turis turis asing dari Amerika, Rusia, Brazil dan negara negara lain.
Laksamana Cheng Ho yang keturunan Persia dan beragama Islam, membuat tempat ini juga banyak dikunjungi oleh mereka yang beragama Islam, termasuk para turis yang datang dari China.
4. PAGODA BUDHA GAYA
Pagoda Buddha Gaya memiliki keunikan tersendiri untuk dikunjungi. Selain pagodanya masuk kategori terbesar di Asia Tenggara juga memiliki pohon Bodhi yang sangat tua. Dan salah satu yang tertua di Asia. Meski ada beberapa aturan yang harus diikuti selama berkunjung di wisata yang ada di Banyumanik itu, peraturan tersebut sebagai bentuk rasa toleransi.
Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong, merupakan tempat ibadah untuk umat budha yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, tepatnya di depan Markas Kodam IV Diponegoro, Watugong, Semarang. Pagoda ini menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 45 meter.
Pagoda ini memiliki tujuh tingkatan yang didesain semakin keatas semakin menyempit. Desain arsitekturnya yang indah, membuat Pagoda Budhagaya Watugong ini begitu dikagumi oleh berbagai kalangan.
Pagoda Buddhagaya juga dikenal dengan nama Pagoda Dewi Kwan Im. Sebutan ini ditujukan karena terdapat patung Dewi Kwan IM yang akan menyambut Anda saat berkunjung kesini. Pagoda ini juga memiliki nama lain Pagoda Metakaruna atau Pagoda Cinta Kasih karena keberadaannya untuk menghormati figur Kwan Sie Im Po Sat, sang Dewi cinta kasih.
Dalam pagoda ini dibangun patung Bodhisattva Avalokiteswara yang berdiri kokoh menghiasi interior bangunan pagoda. Umat budha biasa melakukan ritual Tjiam Shi di pagoda ini, sebuah ritual untuk mengetahui nasib manusia.
Anda juga dapat melakukannya dengan menggoyangkan bambu-bambu yang diberi tanda hingga salah satunya terjatuh. Selain itu, bagi Anda yang menyukai ramalan, di pagoda ini Anda bisa meminta petugas pagoda untuk membacakan nasib ramalan Tjiam Shi.
Pada pelataran pagoda, Anda dapat melihat patung Sidharta Gautama duduk dibawah pohon Bodhi yang rindang sedangkan di area belakang terdapat patung budha tertidur berwarna cokelat dengan pakaian dan tubuh berwarna emas.
5. LAWANG SEWU
Tempat wisata ini dulunya dikenal sebagai bangunan angker. Namun saat ini semua sudah berubah. Pembenahan yang dilakukan dari segi bangunan dan pelayanan sudah baik. Pengunjung bisa dipandu oleh guide, menyusuri Gedung Lawang Sewu di samping Tugu Muda Semarang itu.
Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang ada di Semarang. Mejadi salah satu objek wisata yang menarik di Semarang. Sejarah berdirinya Lawang Sewu cukup panjang, pertama kali di bangun pada tahun 1904 gedung ini digunakan sebagai kantor pusat dari "Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (Kereta Api) pada saat Belanda berkuasa, pernah juga digunakan sebagai penjara bawah tanah pada saat Jepang berkuasa serta kantor pemerintahan setelah Indonesia merdeka. Lawang Sewu dalam Bahasa Jawa mempunyai arti Lawang bearti pintu dan sewu bearti seribu, jadi lawang sewu bearti seribu pintu. Bangunan Lawang Sewu memang memiliki banyak sekali pintu, saking banyaknya maka diibaratkan seribu pintu, namun bukan bearti jumlah pintunya mencapai seribu. Lawang sewu berada di sisi timur Tugu Muda Semarang atau di sudut Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda.
Bangunan ini mempunyai asitektur yang unik, semua bangunan mengadopsi gaya arsitektur Belanda yang khas. Terdiri dari dua lantai dan memiliki dua sayap bangunan yang membentang ke kanan dan kekiri. Bangunan ini dilengkapi dengan Ballroom, Gedung serbaguna, ruang makan hingga gedung pertunjukan. Ketika memasuki bangunan ini Anda akan disambut dengan lorong-lorong panjang yang dipenuhi dengan pintu dan jendela-jendela kayu di kanan-kirinya. Keindahan arsitekturnya juga cocok bagi Anda yang ingin melakukan foto Pre wedding atau sekedar hoby foto untuk koleksi pribadi saja.
Di bagian bawah bangunan ini ada ruang bawah tanah. Pada jaman Jepang dahulu ruang bawah tanah ini lah yang digunakan sebagai penjara tahanan Belanda. Memasuki arena ini Anda akan dihadapkan dengan suasana mistik, bekas-bekas kekejaman tempo dulu masih sangat terasa. Suasana ruang bawah tanah yang yang gelap, dingin dan lembab bisa membuat bulu kuduk Anda berdiri. Tiket Masuk Rp 10.000 untuk masuk ke Lawang Sewu dan Rp 30.000 untuk masuk ke ruang bawah tanah.
Lokasinya yang berada di tengah kota memudahkan Lawang Sewu untuk di kunjungi, Anda bisa mengguanakan kendaraan pribadi menuju arah Simpang Lima, Lawang Sewu sangat dekat dengan kawasan ini. Yang dari luar kota bisa mengunjungi tempat ini dengan menggunakan angkutan umum dari stasiun cukup bayar Rp 4.000 ambil rute Tugu Muda.
6. GOA KREO DAN WADUK JATIBARANG
Objek wisata yang sudah diperbarui ini bisa jadi sarana keluarga atau anak muda untuk refreshing di wahana alam. Apalagi di sana banyak hal yang bisa dieksplore mulai dari pemandangan, kuliner khas, kerajinan, hingga binatang-binatangnya. Kera yang ada di Goa Kreo lebih jinak dibanding yang di Bali. Jadi pengunjung akan bisa lebih nyaman.
Goa Kreo Semarang merupakan sebuah goa yang dipercaya sebagai petilasan Sunan Kalijaga saat mencari kayu jati untuk membangun Mesjid Agung Demak . Ketika itu menurut legenda Sunan Kalijaga bertemu dengan sekawanan kera yang kemudian disuruh menjaga kayu jati tersebut. Kata “Kreo” berasal dari kata Mangreho yang berarti peliharalah atau jagalah. Kata inilah yang kemudian menjadikan goa ini disebut Goa Kreo dan sejak itu kawanan kera yang menghuni kawasan ini dianggap sebagai penunggu.
Untuk mencapai mulut Goa, pengunjung harus melewati anak tangga yang cukup banyak dan curam. Disebelah Utara Goa Kreo terdapat air terjun yang berasal dari berbagai sumber mata air yang jernih dan tidak kering meski musim kemarau panjang. Selain menikmati pemandangan alam yang indah dan udara yang sejuk serta bercanda dengan kera penunggu kawasan ini, pengunjung juga bisa menikmati aliran sungai yang dingin dan segar di bagian bawah daerah ini yang sebentar lagi akan berubah menjadi waduk.
Kawasan Wisata Goa Kreo Semarang ini berada di Dukuh Talun Kacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Monyet monyet yang ada di Goa Kreo ini adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), monyet yang ada di sini termasuk monyet yang cukup jinak, dan bisa bergaul dengan warga di sekitar Goa Kreo.
Di kawasan Goa Kreo Semarang ini sekarang sedang dibangun Waduk Jatibarang, yang Pembangunannya dimulai pada Oktober 2009 dengan waktu pelaksanaan selama 1.520 Hari dengan Sumber Dana dari Japan International Corporation Agency (JICA IP-534), berdasarkan data pada papan di lokasi pembangunan Waduk. Waduk Jatibarang ini berfungsi sebagai pengendali banjir di Kota Semarang, menjaga ketersediaan air minum, dan sebagai pembangkit tenaga listrik. Waduk Jatibarang ini akan memiliki luas 46,56 hektar.
MAJT terletak di kawasan Pedurungan. Selain sebagai bangunan religi juga memiliki sisi edukatif bagi semua warga yang datang tanpa memandang latar belakang agama. Adanya menara Asmaul Husna setinggi 99 meter yang menyediakan fasilitas museum, warga yang berkunjung bisa menyaksikan peninggalan sejarah kebudayaan zaman dulu di Jateng.
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) adalah Masjid yang terletak di jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang Jawa Tengah. Masjid ini sangat megah dengan luas lahan mencapai 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi tersebut bargaya arsitektur perpaduan antara Jawa, Jawa Tengah dan Yunani.
Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini dibangun pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto, akhirnya Masjid Agung Jawa Tengah Ini diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 Nopember 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah shalat jum’at untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, Kakanwil Depag Jawa Tengah.
Di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini terdapat Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah di Tower Asmaul Husna Lantai 2 dan 3, Hotel Graha Agung di sisi Utara dan resto yang memiliki view terbaik di Kota Semarang ini di Tower Asmaul Husna Lantai 18.
2. GEREJA BLENDUK DAN KOTA LAMA
Kota lama yang ada di Semarang Utara selama ini memang jadi daya tarik di Kota Semarang. Saat ini banyak pengembangan wahana di sana. Mulai dari kawasan Srigunting yang terdapat angkringan Srigunting, pemanfaatan gedung Spigel sebagai pameran peninggalan, dan pameran seni yang ada di Galeri Semarang. Apalagi saat ini di sana ada bus wisata Semarjawi yang bisa digunakan untuk berkeliling tiap sore hingga malam.
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali. Bentuknya lebih menonjol . Lokasi bangunan ini frontal terhadap Jl. Suari yang dahulu bernama Kerk straat (Jalan Gereja).
Bangunan gereja yang sekarang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal yang secara vertikal terbagi atas tiga bagian. Bangunan ini menghadap ke Selatan. Lantai bangunan hampir sama tinggi dengan jalan di depannya. Pondasi yang digunakan terbuat dari batu dan sistem strukturnya dari bata. Dinding terbuat dari bata setebal satu batu. Atap bangunan berbentuk kubah dengan penutupnya lapisan logam yang dibentuk oleh usuk kayu jati. Di bawah pengakiran kubah terdapat lubang cahaya yang menyinari ruang dalam yang luas.
Pada sisi bangunan, Timur, Selatan dan Barat terdapat portico bergaya Dorik Romawi yang beratap pelana. Gereja ini memiliki dua buah Menara dikiri kanan Yang denahnya dasar berbentuk bujur sangkat tetapi pada lapisan paling atas berbentuk bundar. Menara ini beratap kubah kecil. Cornice yang ada disekililing bangunan berbentuk garis-garis mendatar.
Pintu masuk merupakan pintu ganda dari panel kayu. Ambang atas pintu berbentuk lengkung. Demikian pula halnya dengan ambang atas jendela, yang berbentuk busur. Tipe jendela ada dua kelompok. Pertama, jendela ganda berdaun krepyak, sedangkan yang kedua merupakan jendela kaca warna-warni berbingkai. Bangunan yang terkait di sekitar Gereja Blenduk adalah Gedung Jiwasraya yang terletak di sebelah Selatan, kantor Kerta Niaga di sebelah Barat, ruang terbuka bekas Parade Plein di sebelah Timurnya.
Gereja Blenduk sudah berganti rupa beberapa kali. Mula-mula Gereja di bangun pada tahun 1753, berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap yang sesuai dengan arsitektur Jawa. Hal ini dapat dilihat pada peta kota Semarang tahun 1756 yang menunjukkan konfigurasi massa yang berbeda dari sekarang. Pada tahun 1787 rumah panggung ini dirombak total.
Tujuh tahun berikutnya diadakan kembali perubahan. Pada tahun 1894, gedung ini dibangun kembali oleh H.P.A. de Wilde dan W.Westmas dengan bentuk seperti sekarang ini. Yaitu dengan dua menara dan atap kubah. Keterangan mengenai Wilde dan Wetmas tertulis pada kolom di belakang mimbar
3. KLENTENG SAM POO KONG
Situs yang terletak di kawasan Semarang Barat ini adalah jejak yang sangat mendunia tentang tibanya Laksamana Cheng Ho di Semarang. Dari klenteng tersebut pengunjung bisa berfoto juga mendapatkan pengetahuan lebih banyak soal sejarah asimilasi dan akulturasi budaya Jawa-Tiongkok.
Kelenteng Sam Po Kong merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Tempat ini biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.
Hampir di keseluruhan bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Seperti umumnya bangunan kelenteng, Kuil Sam Poo Kong yang terletak di Simongan, Semarang, ini juga didominasi warna merah. Sejumlah lampion merah tidak saja menghiasi kelentengnya, tetapi juga pohon pohon menuju pintu masuk.
Bangunan inti dari kelenteng adalah sebuah Goa Batu yang dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho beserta anak buahnya ketika mengunjungi Pulau Jawa di tahun 1400-an. Goa Aslinya tertutup longsor pada tahun 1700-an, kemudian dibangun kembali oleh penduduk setempat sebagai penghormatan kepada Cheng Ho.
Kini di dalam goa tersebut terdapat Patung Cheng Ho yang dilapisi emas dan digunakan untuk ruang sembahyang dalam memohon doa restu keselamatan, kesehatan dan rejeki. Selain bangunan inti goa batu tersebut, yang dindingnya dihiasi relief tentang perjalanan Cheng Ho dari daratan China sampa ke Jawa, di area ini juga terdapat satu kelenteng besar dan dua tempat sembahyang yang lebih kecil.
Tempat tempat sembahyang tersebut dinamai sesuai dengan peruntukannya, yaitu kelenteng Thao Tee Kong yang merupakan tempat pemujaan Dewa Bumi untuk memohon berkah dan keselamatan hidup. Sedangkan tempat pemujaan Kyai Juru Mudi berupa makam juru mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Cheng Ho.
Tempat pemujaan lainnya dinamai kyai Jangkar, karena di sini tersimpan jangkar asli kapal Cheng Ho yang dihias dengan kain warna merah pula. Di sini digunakan untuk sembahyang arwah Ho Ping, yaitu mendoakan arwah yang tidak bersanak keluarga yang mungkin belum mendapat tempat di alam baka.
Lalu ada tempat pemujaan Kyai Cundrik Bumi, yang dulunya merupakan tempat penyimpanan segala jenis persenjataan yang digunakan awak kapal Cheng Ho, serta Kyai dan Nyai Tumpeng yang mewakili temapt penyimpanan bahan makanan pada jaman Cheng Ho.
Karena seluruh area lebih dimaksudkan untuk sembahyang, tidak semua orang boleh memasukinya. Bangunan kuil, baik yang besar maupun yang kecil dipagari dan pintu masuknya dijaga oleh petugas keamanan. Hanya yang bermaksud sembahyang saja yang diijinkan masuk sedangkan wisatawan yang ingin melihat lihat bisa melakukan dari balik pagar.
Sejak Renovasi besar besaran tahun 2002 dan selesai 2005, yang menelah biaya 20 miliar, Sam Poo Kong menarik perhatian lebih banyak orang untuk berkunjung. Di halaman yang cukup luas di depan kelenteng, terdapat sejumlah patung, termasuk patung Laksamana Cheng Ho, yang cukup menarik untuk dinikmati. Di sinilah atraksi atraksi kesenian berupa tari tarian, barongsai atau bentuk kesenian lain digelar untuk memperngati hari hari bersejarah yang berhubungan dengan Cheng Ho atau budaya China.
Di bulan Agustus misalnya, selalu diadakan festival mengenang datangnya Cheng Ho ke Semarang. Untuk bulan Agustus 2009, festival diadakan tanggal 18 memperingati HUT ke604 kedatangan Cheng Ho.
Perayaan disertai dengan arak-arakan, bazaar, dan festival Barongsai. Hari hari besar lainnya yang dirayakan di sini termasuk di antaranya Hari Raya Imlek dan hari kelahiran Cheng Ho. Kedatangan turis asing, terutama dari China, menunjukkan bahwa Sam Poo Kong dikenal luas di dunia. Berdasarkan uang sedekah yang ditinggalkan pengunjung, Kuil Gedung Batu ini juga sering dikunjungi turis turis asing dari Amerika, Rusia, Brazil dan negara negara lain.
Laksamana Cheng Ho yang keturunan Persia dan beragama Islam, membuat tempat ini juga banyak dikunjungi oleh mereka yang beragama Islam, termasuk para turis yang datang dari China.
4. PAGODA BUDHA GAYA
Pagoda Buddha Gaya memiliki keunikan tersendiri untuk dikunjungi. Selain pagodanya masuk kategori terbesar di Asia Tenggara juga memiliki pohon Bodhi yang sangat tua. Dan salah satu yang tertua di Asia. Meski ada beberapa aturan yang harus diikuti selama berkunjung di wisata yang ada di Banyumanik itu, peraturan tersebut sebagai bentuk rasa toleransi.
Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong, merupakan tempat ibadah untuk umat budha yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, tepatnya di depan Markas Kodam IV Diponegoro, Watugong, Semarang. Pagoda ini menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 45 meter.
Pagoda ini memiliki tujuh tingkatan yang didesain semakin keatas semakin menyempit. Desain arsitekturnya yang indah, membuat Pagoda Budhagaya Watugong ini begitu dikagumi oleh berbagai kalangan.
Pagoda Buddhagaya juga dikenal dengan nama Pagoda Dewi Kwan Im. Sebutan ini ditujukan karena terdapat patung Dewi Kwan IM yang akan menyambut Anda saat berkunjung kesini. Pagoda ini juga memiliki nama lain Pagoda Metakaruna atau Pagoda Cinta Kasih karena keberadaannya untuk menghormati figur Kwan Sie Im Po Sat, sang Dewi cinta kasih.
Dalam pagoda ini dibangun patung Bodhisattva Avalokiteswara yang berdiri kokoh menghiasi interior bangunan pagoda. Umat budha biasa melakukan ritual Tjiam Shi di pagoda ini, sebuah ritual untuk mengetahui nasib manusia.
Anda juga dapat melakukannya dengan menggoyangkan bambu-bambu yang diberi tanda hingga salah satunya terjatuh. Selain itu, bagi Anda yang menyukai ramalan, di pagoda ini Anda bisa meminta petugas pagoda untuk membacakan nasib ramalan Tjiam Shi.
Pada pelataran pagoda, Anda dapat melihat patung Sidharta Gautama duduk dibawah pohon Bodhi yang rindang sedangkan di area belakang terdapat patung budha tertidur berwarna cokelat dengan pakaian dan tubuh berwarna emas.
5. LAWANG SEWU
Tempat wisata ini dulunya dikenal sebagai bangunan angker. Namun saat ini semua sudah berubah. Pembenahan yang dilakukan dari segi bangunan dan pelayanan sudah baik. Pengunjung bisa dipandu oleh guide, menyusuri Gedung Lawang Sewu di samping Tugu Muda Semarang itu.
Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang ada di Semarang. Mejadi salah satu objek wisata yang menarik di Semarang. Sejarah berdirinya Lawang Sewu cukup panjang, pertama kali di bangun pada tahun 1904 gedung ini digunakan sebagai kantor pusat dari "Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (Kereta Api) pada saat Belanda berkuasa, pernah juga digunakan sebagai penjara bawah tanah pada saat Jepang berkuasa serta kantor pemerintahan setelah Indonesia merdeka. Lawang Sewu dalam Bahasa Jawa mempunyai arti Lawang bearti pintu dan sewu bearti seribu, jadi lawang sewu bearti seribu pintu. Bangunan Lawang Sewu memang memiliki banyak sekali pintu, saking banyaknya maka diibaratkan seribu pintu, namun bukan bearti jumlah pintunya mencapai seribu. Lawang sewu berada di sisi timur Tugu Muda Semarang atau di sudut Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda.
Bangunan ini mempunyai asitektur yang unik, semua bangunan mengadopsi gaya arsitektur Belanda yang khas. Terdiri dari dua lantai dan memiliki dua sayap bangunan yang membentang ke kanan dan kekiri. Bangunan ini dilengkapi dengan Ballroom, Gedung serbaguna, ruang makan hingga gedung pertunjukan. Ketika memasuki bangunan ini Anda akan disambut dengan lorong-lorong panjang yang dipenuhi dengan pintu dan jendela-jendela kayu di kanan-kirinya. Keindahan arsitekturnya juga cocok bagi Anda yang ingin melakukan foto Pre wedding atau sekedar hoby foto untuk koleksi pribadi saja.
Di bagian bawah bangunan ini ada ruang bawah tanah. Pada jaman Jepang dahulu ruang bawah tanah ini lah yang digunakan sebagai penjara tahanan Belanda. Memasuki arena ini Anda akan dihadapkan dengan suasana mistik, bekas-bekas kekejaman tempo dulu masih sangat terasa. Suasana ruang bawah tanah yang yang gelap, dingin dan lembab bisa membuat bulu kuduk Anda berdiri. Tiket Masuk Rp 10.000 untuk masuk ke Lawang Sewu dan Rp 30.000 untuk masuk ke ruang bawah tanah.
Lokasinya yang berada di tengah kota memudahkan Lawang Sewu untuk di kunjungi, Anda bisa mengguanakan kendaraan pribadi menuju arah Simpang Lima, Lawang Sewu sangat dekat dengan kawasan ini. Yang dari luar kota bisa mengunjungi tempat ini dengan menggunakan angkutan umum dari stasiun cukup bayar Rp 4.000 ambil rute Tugu Muda.
6. GOA KREO DAN WADUK JATIBARANG
Objek wisata yang sudah diperbarui ini bisa jadi sarana keluarga atau anak muda untuk refreshing di wahana alam. Apalagi di sana banyak hal yang bisa dieksplore mulai dari pemandangan, kuliner khas, kerajinan, hingga binatang-binatangnya. Kera yang ada di Goa Kreo lebih jinak dibanding yang di Bali. Jadi pengunjung akan bisa lebih nyaman.
Goa Kreo Semarang merupakan sebuah goa yang dipercaya sebagai petilasan Sunan Kalijaga saat mencari kayu jati untuk membangun Mesjid Agung Demak . Ketika itu menurut legenda Sunan Kalijaga bertemu dengan sekawanan kera yang kemudian disuruh menjaga kayu jati tersebut. Kata “Kreo” berasal dari kata Mangreho yang berarti peliharalah atau jagalah. Kata inilah yang kemudian menjadikan goa ini disebut Goa Kreo dan sejak itu kawanan kera yang menghuni kawasan ini dianggap sebagai penunggu.
Untuk mencapai mulut Goa, pengunjung harus melewati anak tangga yang cukup banyak dan curam. Disebelah Utara Goa Kreo terdapat air terjun yang berasal dari berbagai sumber mata air yang jernih dan tidak kering meski musim kemarau panjang. Selain menikmati pemandangan alam yang indah dan udara yang sejuk serta bercanda dengan kera penunggu kawasan ini, pengunjung juga bisa menikmati aliran sungai yang dingin dan segar di bagian bawah daerah ini yang sebentar lagi akan berubah menjadi waduk.
Kawasan Wisata Goa Kreo Semarang ini berada di Dukuh Talun Kacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Monyet monyet yang ada di Goa Kreo ini adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), monyet yang ada di sini termasuk monyet yang cukup jinak, dan bisa bergaul dengan warga di sekitar Goa Kreo.
Di kawasan Goa Kreo Semarang ini sekarang sedang dibangun Waduk Jatibarang, yang Pembangunannya dimulai pada Oktober 2009 dengan waktu pelaksanaan selama 1.520 Hari dengan Sumber Dana dari Japan International Corporation Agency (JICA IP-534), berdasarkan data pada papan di lokasi pembangunan Waduk. Waduk Jatibarang ini berfungsi sebagai pengendali banjir di Kota Semarang, menjaga ketersediaan air minum, dan sebagai pembangkit tenaga listrik. Waduk Jatibarang ini akan memiliki luas 46,56 hektar.